Polemik Revisi RUU TNI, Dari Perluasan Jabatan TNI di Sipil hingga TNI Boleh Berbisnis

JAKARTA, RAKYATKALTENG.com – Revisi Undang Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sudah di depan mata. Dalam draf RUU TNI tertanggal 22 Mei 2024, ada dua ketentuan pasal yang atas inisiatif Badan Legislasi DPR RI mau diubah, yaitu pasal 47 dan pasal 53.

Perluasan jabatan sipil yang bisa diduduki prajurit TNI aktif.

Pasal 47 Ayat (2) Di UU TNI yang berlaku saat ini, prajurit TNI aktif hanya bisa menduduki jabatan di 10 kementerian/lembaga, yaitu: Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara. Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, Mahkamah Agung.

Sementara revisinya menjadi “…serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden”.

Tidak tegasnya batasan kementerian/lembaga mana yang bisa diisi oleh prajurit aktif bikin sejumlah pihak khawatir bangkitnya dwifungsi ABRI 2.0.

Padahal di negara demokrasi, fungsi dan tugas utama militer adalah sebagai alat pertahanan negara. Mereka dilatih untuk perang, tidak untuk jabatan-jabatan sipil.

“Upaya perluasan ruang bagi perwira TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil tidak lebih sebagai langkah untuk melegalisasi kebijakan yang selama ini keliru, yaitu banyak anggota TNI aktif yang saat ini menduduki jabatan sipil,” siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (Jakarta, 20 Mei 2024).

Usia pensiun perwira dari 58 tahun, menjadi bisa sampai 67 tahun.

Pada pasal 53, UU TNI yang berlaku saat ini, usia pensiun prajurit TNI adalah 58 tahun bagi perwira, dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama.

Sementara revisinya usia pensiun prajurit TNI untuk perwira 60 tahun, bintara dan tamtama 58 tahun.

Untuk jabatan fungsional maksimal 65 tahun. Untuk perwira tinggi bintang 4, dapat diperpanjang masa dinasnya sampai 67 tahun.

TNI usul aturan yang melarang prajurit TNI terlibat dalam kegiatan bisnis dihapus.
“Kami sarankan ini [Pasal 39 UU TNI huruf c dibuang]. Mestinya yang dilarang adalah institusi TNI untuk berbisnis. Tapi kalau prajurit, orang mau buka warung aja endak [enggak boleh].” Kata Laksamana Muda Kresno Buntoro Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI disampaikan dalam acara Dengar Pendapat Publik RUU TNI/Polri oleh Kemenko Polhukam di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (11/7/2024).

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai usulan ini membahayakan, bila fokus usulan ini untuk kesejahteraan prajurit TNI. Maka harusnya negaralah yang bertanggungjawab menjamin itu. Toh, salah satu jati diri TNI adalah Tentara Profesional.

Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.

“Militer tidak dibangun untuk kegiatan bisnis dan politik karena hal itu akan mengganggu profesionalismenya dan menurunkan kebanggaan sebagai seorang prajurit yang akan berdampak pada disorientasi tugasnya dalam menjaga kedaulatan negara.” Sebut Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (Jakarta, 16 Juli 2024). (RK1/Net)