MENGINCAR kedudukan suatu jabatan sudah tentu hal biasa di sistem demokrasi ini. Parahnya apabila untuk menggapai kedudukan yang terhormat diperoleh dengan cara tidak terhormat, hingga cara-cara kotor.
Namun tidak sedikit juga meraih kedudukan dengan hasil prestasi. Jika dibandingkan, persentase hasil jerih payah atas prestasi gemilangnya tergolong masih kecil. Kelompok ini akan terkalahkan dari kalangan yang suka mencari muka di lingkaran kekuasaan politik.
Tidak langsung kepada orang yang mempunyai kekuasan, bisa saja melewati relasi kuasanya. Suami, istri, anak, paman, kerabat dekatnya hingga sampai kepada mantan kekasihnya. Berbagai macam cara dan upaya akan dilakukan, asalnya keinginannya dapat tercapai. Meski , dengan cara merendahkan harkat dan martabatnya sendiri.
Kenapa kedudukan harus dilobi? Kedudukan melekat dengan sebuah jabatan. Bahkan dalam definisinya, kedudukan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, atau dalam kata lain tempat pegawai (pengurus perkumpulan dan sebagainya) tinggal untuk melakukan pekerjaan atau jabatannya.
Sekarang ini, tanpa ada pembicaraan yang intens (lobi) tidak mungkin muncul sebuah kesepakatan yang saling menguntungkan baik bagi penerima kedudukan maupun pemberi kedudukan (penguasa).
Ingin menjadi Presiden saja, harus melakukan lobi-lobi, baik kepada partai politik maupun kepada kelompok-kelompok yang dapat mempengaruhi keputusan. Termasuk melobi masyarakat dengan cara kampanye untuk mendapatkan suara pada pemilu. Begitu pula yang terjadi di level kepala daerah hingga kepada pejabat publik lainnya, yang kedudukan atas kepercayaan pimpinannya.
Tidak heran, banyak yang kecewa apabila kedudukan yang dinanti justru diberikan kepada orang lain, padahal sudah melalukan lobi tingkat tinggi. Dan diberikan harapan agar tidak keluar dari sistem kekuasaan.
Sang pemberi jabatan, terkadang mengabaikan hirarki senioritas, ada yang masih junior tapi diberi jabatan yang lebih tinggi sedangkan senior masih menunggu antrian di tempat yang dijanjikan. Hal demikian tidak lepas dari kadar kepercayaan, kemampuan dan keahlian dalam memberikan keyakinan pimpinan.
Lobi politik tidak hanya kental di urusan pemerintah dan tata kelola kenegaraan saja, lobi politik juga terjadi di pasar rakyat. Antara penjual kain dan calon pembelinya sama-sama mempertahankan argumen nilai tawar harga kainnya. Yang mana sama-sama menginginkan keuntungan, pembeli ingin memperoleh dengan harga murah setelah proses lobi tawar menawar, begitu juga penjual tetap harus mendapatkan keuntungan meski harga barang jualannya dipaksa turun.
Gabriel A. Almond menjelaskan jika politik merupakan suatu kegiatan yang berhubungan erat dengan kendali pengambilan keputusan publik dalam kehidupan masyarakat tertentu pada suatu wilayah tertentu.
Menurut Teori klasik Aristoteles, politik adalah suatu usaha yang dilakukan oleh warga guna mewujudkan kebaikan bersama.
Dinamika lobi politik ini terus berlanjut dalam kehidupan bernegara, baik dalam konteks urusan tatakelola pemerintahan hingga urusan kecil di swasta.
Meyakini semua orang yang telah menduduki jabatan yang diamanatkan untuk berusaha mempertahankannya. Dalam sairnya, lobi politik adalah upaya meningkatkan kinerja.
Lobi sebuah komunikasi yang dilakukan oleh seseorang ataupun suatu institusi dan juga seorang pimpinan sebuah organisasi terhadap orang yang mempunyai kedudukan penting dalam membuat suatu kebijakan atau keputusan.
Lobi politik mempunyai kekuatan dan keluesan yang lebih. Dalam melaksanakan lobi politik ini masing-masing pihak sebelum melakukan lobi politik ini biasanya akan mencari data dan juga informasi yang berkaitan dengan seseorang yang hendak dilobi tersebut.
Dalam kehidupan politik, lobi merupakan salah satu bagian penting karena adanya berbagai macam kepentingan yang harus diakomodasikan dalam proses pengambilan keputusan.
Karena itu lobi politik seringkali dianggap sebagai bagian dari proses mencapai kesepakatan politik antara berbagai pihak. Sementara di dalam sebuah organisasi biasanya lobi dilakukan untuk membujuk pihak-pihak tertentu yang berwenang dalam pengambilan keputusan agar kepentingan mereka dapat terakomodasi dalam proses pengambilan keputusan organisasi.
Lantas apa dampak buruknya jika hasil proses lobi menghasil output yang kurang baik, tentu kerugian terbesarnya terdapat pada tempat dimana mereka menduduki suatu jabatan tersebut, sehingga berdampak langsung keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Jika diamanatkan untuk menduduki suatu jabatan, maka harus ingat dengan sumpah janji yang pernah diucapkan saat dilantikan atau dikukuhkan.
Tahun 2023 ini adalah tahun dimana proses politik akan di bentuk menuju Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif dan Pemilu Kepala Daerah di tahun 2024.
Sebut saja di lembaga eksekutif, para pihak yang diberi amanah dalam suatu jabatan akan berusaha agar jabatan mereka tidak tergeser ke curam yang dalam alias non job. Apalagi beda pimpinan beda perspektif, bahkan biasanya tidak sedikit pejabat yang mengambil jalur tengah atau cari aman supaya mereka tidak terimbas angin reshuffle dari jabatan yang diembannya.
Karena di dalam konteks politik hanya terdapat dua hal yang krusial, yakni balas jasa dan balas dendam. Apabila terdapat dukungan jasa yang dilakukan untuk memberikan keuntungan kepada pihak yang memiliki jabatan maka bisa mendapatkan balas jasa, namun sebaliknya apabila berada pada titik lawan politik maka sudah tentu menerima angin balas dendam. (Redaksi – Rakyatkalteng.com)